22 Desember 2008

Kisah tentang Anak Kita

Diposting oleh tiu_aja di 07.22
Anak adalah aset masa depan yang begitu berharga. Seperti tanah liat yang tak berbentuk, yang kemudian tercetak oleh tangan-tangan manusia, hingga menjadi batang yang cantik dan berharga. Seperti cangkir yang cantik, guci yang mahal, piring antik yang sangat langka atau barang-barang pecah belah yang lain yang bernilai tinggi. Atau bahkan bias jadi hanya sebagai gelas murah, piring yang tidak spesial, atau guci produk gagal yang akan dihancurkan karena tak laku dijual. Apapun namanya, orang tua sebagai orang paling dekat dan lingkungan paling kecil yang ada diluar diri si anak mempunyai andil yang besar dalam memberikan panduan anak agar mejadi orang seperti apa si anak kelak. Anak yang tumbuh dengan pendidikan dari orang tua dan lingkungan yang bagus akan berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan untuk masa depan. Berikut ada sebuah cuplikan dialog yang sempat ku dengar saat berjalan di sebuah gang, di sudut Surabaya.

Pagi itu cuaca cukup cerah dilangit Surabaya, tapi sudah sedikit tidak begitu ramah dengan kulit manusia. Seorang Ibu yang sedari sebelum subuh telah melakukan pekerjaan rumah, saat ini waktunya menjemur pakaian, didampingi putrinya tercinta.
“Ayo ayo kita menjemur…”, kata ibu memberi semangat pada putrinya. Tapi seperti memberi semangat pada dirinya sendiri.
“Ibu tika mau bantu…”, kata Tika kecil pada ibunya.
“Oya…wah Mbak Tika duduk saja disitu”, kata ibu sambil tersenyum.
“Aku yang peras bajunya ya…”, pinta Tika sambil duduk di depan bak berisi pakaian yang sedang dirndam air pewangi.
Ibu tersenyum lagi dan berkata, “Kalau begitu, Mbak Tika peras bajunya Mbak Tika aja ya”.
“Semuanya saja Bu?”,kata tika
“Bajunya Ayah, Ibu dan Eyang Putri kan besar-besar, tangannya Mbak Tika masih kecil nanti ga kuat”, jelas ibu.
“Kalau begitu Tika yang jemur aja, ya?”, pintanya lagi
Sambil tersenyum dan menghela nafas Ibu berkata, “Mbak Tika duduk saja ya, biar Ibu yang ngerjain semuanya”.
“Ya udah Tika peras bajunya Tika aja”, akhirnya Ibu tersenyum puas.
“Ibu ga capek? tadikan sudah nyuci, masak, bersihin rumah, nyiram-nyiram?”, Tanya tika kecil.
Ibu yang sedikit kaget dengan pertanyaan putri kecilnya menjawab sambil tersenyum, “ya capek sedikit, tapi Ibu kan sudah besar jadi ga gampang capek”
“Eyang Putri kok sudah capek, Eyang Putrikan sudah besar?”, selidik tika.
“Eyang Putri kan sudah sepuh, jadi gampang capek”, jelas ibu sambil tetap sibuk dengan jemurannya.
“O…”, Tika ber-O ria. “Jadi nanti kalau tika sudah besar, tika saja ya yang nyuci, jemur, masak dan membersihkan rumah. Nanti Ibu duduk saja kayak Eyang Putri, jadi ibu ga capek”. Ibu yang mendengar menatap putri kecilnya dengan bangga sedikit haru, sambil menganggukkan kepala tanda setuju. Ibu seperti mendapatkan angin segar untuk kehidupan tuanya kelak.

Begitulah sedikit percakapan yang sempat terekam di telingaku. Ketika suatu generasi bisa menjadi harapan untuk generasi sebelumnya bahkan semua generai. Tugas-tugas kehidupan harusnya juga telah kita ajarkan untuk anak kita, hingga nantinya anak kita menjadi tahu apa yang harus dia kerjakan untuk menjadi manusia lebih baik lagi. Mungkin inilah yang disebut pewarisan tanggung jawab kehidupan. Mari sedikit kita renungkan syair lagu berikut untuk bahan pertimbangan bagi perkembangan anak kita.

Khailila yang cantik
Cepatlah kau besar
Ajarkan dunia
Berbagi seperti yang kuajarkan padamu

Khailila yang mungil
Bila kau jadi pemimpin
Berikan hak mereka
Bebas dari rasa takut dan rasa gelisah

Dengan senyummu
Senjata membeku
Tentara bernyanyi ikuti tingkahmu
Tak ada lagi naluri menguasai
Semua berganti naluri berbagi

Dengan senyummu
Langit berpeluk
Bintang bertekuk
Dia butuh kau sentuh
Tak ada lagi yang ku takuti
Ku terlindungi dengan sentuhanmu

Satu hal yang pasti
Ajarkan anak kita
Berbagi memberi
Lebih dari yang kita lakukan untuk saat ini

(Sheila On 7, Khailila’s Song)

0 komentar:

 

THe WaY oF LiFe Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea