Benarkah rumah berplafon rendah cenderung pengap dan tidak sehat?
Bagaimana pula mengatasi rumah yang sudah kadung “tidak sehat”? Semua orang sudah pasti menginginkan rumah yang memberikan kenyamanan
luar dalam. Sedap dipandang, betah ditinggali, tak merepotkan
penghuninya, hingga ramah lingkungan atau dengan kata lain hunian idaman
adalah rumah sehat. Menurut
Toton Suhartanto
,
Wakil Sekjen Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
, secara umum, rumah sehat harus memperhitungkan tersedianya lahan atau
halaman yang memungkinkan cahaya matahari masuk dan udara bisa
bersirkulasi dengan lancar, sehingga rumah tidak sumpek dan gelap.
Definisi singkat dari Toton tadi membuktikan bahwa rumah sehat tak
harus selalu mengeluarkan biaya yang tinggi, kan? Anda bahkan bisa
mendesainnya sendiri. Rumah sehat dengan bukaan lebar yang menyatu dengan alam.
Cahaya & Udara Ideal
“Rumah yang sehat adalah rumah yang menjamin masuknya cahaya matahari
ke dalam rumah. Idealnya, sebuah rumah memiliki lebar bukaan untuk
sirkulasi udara dan pencahayaan alami sekitar 20 persen dari luas lantai
rumah. Dengan demikian, seluruh rumah mendapat sirkulasi udara dan
pencahayaan alami yang cukup,” ungkap Toton.
Jadi, rumah sehat adalah rumah dengan ruang-ruang yang memiliki
bukaan untuk masuknya sinar matahari dan sirkulasi udara alami. Rumah
dengan keterbatasan lahan pun harus tetap memiliki bukaan untuk cahaya
matahari dan sirkulasi udara. “Celah ruang bukaan cahaya sepanjang
bangunan sudah cukup menjadi sumber cahaya matahari dan sirkulasi udara
alami, kok,” tegas Toton. Selain hemat energi, rumah dengan banyak
bukaan juga menghindari risiko berkembangnya berbagai penyakit, termasuk
yang ditimbulkan oleh nyamuk.
Selain itu, rumah sehat juga sebaiknya ditunjang oleh suasana hijau dari halaman dan tanaman, baik rumput di halaman,
vertical garden
maupun
roof garden
.Rumah sehat juga ditunjang suasana hijau halaman
Buat Bukaan
Kecenderungan yang sering muncul, orang atau pemilik rumah
menghabiskan lahan yang tersedia semuanya untuk bangunan. Akibatnya,
rumah pun jadi gelap dan pengap. Belum lagi sudut-sudut rumah yang bisa
menjadi sarang nyamuk atau debu.
Jika sudah begini, masih bisakah rumah memiliki bukaan memadai atau setidaknya memiliki jendela di samping?
“Untuk rumah yang sudah jadi (misalnya membeli dari orang), yang bisa
dilakukan sifatnya lebih ke perbaikan, kecuali memang pemilik baru
berniat membangun rumah yang baru,” jelas Toton.
Beberapa hal yang bisa dilakukan misalnya adalah membuat bukaan
supaya sirkulasi udara dan cahaya matahari bisa lancar masuk ke dalam
rumah. Meski tidak maksimum, tapi paling tidak dapat mengurangi area
bangunan yang lebih gelap. Misalnya dengan membuat bukaan di atas atap
dengan genteng kaca,
glass block
di kamar mandi agar memperoleh cahaya matahari, atau membuat sedikit
celah supaya udara bisa lewat. “Ini bisa dilakukan kalau kita tidak bisa
membuat atau merencanakan membangun rumah sehat.”
Yuk Bikin Rumah Jadi Sehat!
Upayakan agar bangunan rumah memiliki sirkulasi udara dan bukaan
pencahayaan alami yang cukup sehingga mampu memberi akses udara dan
sinar matahari ke dalam ruangan.
Lebar bukaan pencahayaan alami harus sesuai dengan standar rancang
bangun, seperti pengukuran lebar jendela sekitar 20 persen dari luas
lantai atau pun penggunaan genteng kaca, glass block dan fiber
transparan dapat memaksimalkan pencahayaan alami di kamar mandi dan
mengurangi potensi tempat-tempat gelap sebagai sarang nyamuk.
Bukaan-bukaan pada rumah juga berfungsi untuk sirkulasi udara dalam ruang.
Rumah yang sehat adalah rumah yang tetap memiliki halaman dan bukan
rumah yang keseluruhan luasnya dipergunakan sebagai ruang yang tertutup
sehingga menjadi gelap dan sumpek.
Perabot sampai Talang
Selain pentingnya bukaan-bukaan sebagai sirkulasi udara dan jalan
masuk cahaya matahari, apa lagi yang perlu diperhatikan agar rumah
memenuhi kriteria rumah sehat? Berikut beberapa diantaranya: Sinar matahari yang ideal akan membuat ruangan tak lembap
Penempatan Perabot
Desain rumah dan komposisi peletakan perabot (furnitur) yang salah
juga bisa membuat udara dan cahaya sulit masuk ke dalam rumah, sehingga
rumah menjadi gelap dan pengap. “Terkadang kita memaksakan furniture
yang tidak cukup atau sesuai dengan luasan rumah,” ujar Toton.
Namun, saat ini orang lebih terbiasa dengan gaya hidup yang kompak
dan serba ringkas. Jadi, tidak perlu lagi menampilkan perabot besar di
ruang yang relatif kecil/sempit. “Selain membuat ruangan menjadi
terkesan lebih sempit, penataan perabot yang tidak tepat juga bisa
menimbulkan celah yang yang bisa menjadi tempat debu atau sarang
nyamuk.” Oleh karena itu, anjur Toton menganjurkan agar memilih furnitur
atau melakukan penataan ruang yang sesuai dengan besaran ruangan.
Perlunya Taman
Rumah sebaiknya memiliki taman, tidak cuma di halaman depan rumah
tapi bisa juga di dalam rumah (vertical garden). “Keberadaan taman-taman
ini akan menjamin masuknya cahaya matahari atau sirkulasi udara,” jelas
Toton. Yang perlu diperhatikan pada saat menata taman adalah
memperhitungkan arah matahari. Idealnya, taman berada di arah hadap yang
terlintas cahaya matahari, supaya menjamin taman menjadi lebih terang
dan sehat. Di Jakarta, misalnya, arah hadap ideal adalah utara atau
selatan, karena akan menerima cahaya matahari lebih baik.
Talang Air Harus Benar
Talang air seringkali membuat rumah tidak sehat karena menjadi tempat
genangan air. Akibatnya, talang air pun menjadi sarang nyamuk. Menurut
Toton, perencanaan dan pembuatan talang air yang benar harus
memperhitungkan faktor kemiringan dan arah ruangan. “Kalau bicara desain
bangunan ramah lingkungan (green architecture), talang air berguna
menampung dan menyalurkan air ke tanah, kemudian air hujan yang jatuh
tadi digunakan kembali (recycle).
Jadi, penggunaan talang air sudah benar, hanya saja desain atau cara
memasangnya harus benar, jangan sampai justru menjadi tempat air
menggenang. Talang air bisa menggunakan beberapa material, misalnya dak
beton atau talang siap pakai. “Dak beton lebih bagus, tetapi yang
penting adalah kemiringan dan arah rumah/ruangan,”jelas Toton.
Plafon Rendah Tak Masalah
Bagaimana dengan ketinggian plafon? “Ada yang berpendapat, plafon
rendah tidak bagus, tetapi sebetulnya tidak juga. Rendah-tingginya
plafon tidak berpengaruh secara langsung terhadap kesehatan, sepanjang
di sekeliling dinding ruang terdapat cukup bukaan untuk sirkulasi udara
dan cahaya.
Idealnya, luas bukaan adalah 20 persen dari luas dinding ruangan,”
jelas Toton. Jadi, lanjutnya, bukan berarti rumah berplafon rendah
menjadi tidak sehat. “Rendah boleh, tetapi harus ada bukaan-bukaan yang
cukup.”
Hasto Prianggoro